Friday, February 13, 2015

Bloody Valentine, Cinta Berdarah

Bentar lagi, hari Valentine. Kata orang itu Hari Kasih Sayang, atau Hari Cinta Kasih. Buatku tidak penting, bagaimana sejarahnya, sehingga tanggal 14 Februari menjadi Hari Valentine. Banyak teori tentang itu, termasuk juga teori konspirasi. Seperti kata Lenin tentang kesatuan teori dan praktek, bahkan ada yang mempraktekkan teori konspirasi Valentine, dalam bentuk aksi di jalan dan di Facebook untuk menolak maupun mendukung Hari Valentine. Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk memaknai Hari Valentine.

Ada pesan yang kulupa asalnya dari mana, apakah dari Kahlil Gibran atau Antonio de Mello, yaitu "Tanah Suci kita hormati untuk memperingati bahwa setiap tanah yang kita injak adalah suci.
Hari Suci kita peringati, untuk menyadarkan bahwa setiap hari adalah suci dan anugerah Tuhan itu ada setiap hari".
Begitu pula, Hari Kasih Sayang atau Hari Cinta Kasih itu ada untuk mengingat bahwa kita setiap hari perlu mengasihi sesama manusia.

***

Bagaimanakah Hari Valentine kumaknai?

Hari Kasih Sayang tersebut selalu membuatku mengenang masa-masa di sekolahku dulu. Tiap Valentine, sekolahku membuat hari ini spesial. Speaker sekolah yang biasa dipakai untuk pengumuman dari "komando terpusat", jadi dipakai untuk ajang "request" lagu dari si anu ke si doi, pada jam tertentu. Beberapa ekskul memiliki kegiatan masing-masing di hari tersebut.

Berhubung aku bergabung dalam ekskul Palang Merah di SMP dan SMA, aku menjadi panitia donor darah. Setiap Valentine, selalu ada aksi donor darah yang bekerjasama dengan PMI pusat dan Lion's Club. Tunjukkan kasih sayangmu dengan memberikan darahmu, karena darahmu adalah nyawa bagi orang lain. Kira-kira begitulah makna donor darah di Hari Valentine.

Darah adalah nyawa. Menurut ajaran Yahudi dan Kristen, darah adalah tempat nyawa bersemayam (Kejadian 9, Alkitab). Dalam acara kurban menurut beberapa bagian Kitab Keluaran, Imamat dan Ulangan (Alkitab), darah itu untuk Tuhan dan daging  untuk para imam. Dalam Islam, juga sebetulnya darah itu bukan untuk dimakan. Pada acara kurban, dalam Islam, daginglah yang dimakan. Darah itu untuk Tuhan karena nyawa itu untuk Tuhan. Jadi jangan menumpahkan darah sesama manusia (maksudnya membunuh), karena nyawa manusia adalah milik Tuhan. Kira-kira begitulah makna spiritual atau teologis tentang darah. Namun kali ini, darah sebagai nyawa, juga bermanfaat dalam menyelamatkan kehidupan orang lain. Dengan mendonor darah, kita membagikan sebagian nyawa kita untuk sesama manusia.

Waktu sekolah di SMA, aku masih takut jarum. Jadi aku tidak ikut mendonor darah. Aku hanya menjaga meja pendaftaran atau meja kue. OK, dari postur tubuhku yang gembul, pasti pembaca blog ini tahu kalau aku lebih sering berada di meja kue. Inilah yang disebut sebagai "The Law of Cookie Gravity".

Setiap Valentine, aku selalu melihat seorang kawan wanita, yang tidak pernah kapok mendonor darah. Kenapa kusebut "kapok"? Lebih baik kuceritakan profil kawanku ini. Dia adalah penari jaipong terbaik di sekolahku. Dia memiliki rasa sosial yang tinggi. Setiap ulang tahun, dia merayakan di panti asuhan. Aku juga pernah ke rumahnya dan di akhir, aku selalu pulang membawa kue yang diberikannya. Jadi kuduga, dia memang orang yang suka berbagi. Saat aksi donor darah Valentine di sekolah, dia pun membagikan darahnya. Akan tetapi, tiap kali selesai donor darah, dia selalu pingsan. Tapi dia tidak kapok-kapok mendonorkan darahnya. Tiga kali Valentine di SMA, dia selalu jadi pendonor yang pasti pingsan. Dan bodohnya kami yang Palang Merah, tetap saja tidak kapok membiarkan dia mendonorkan darahnya. Seperti kata Patkay, "memang begitulah cinta, deritanya tiada akhir."



Kupikir-pikir, setiap Valentine yang kuingat adalah donor darah di sekolah. Aku tidak pernah merayakan Valentine, ketika aku jomblo maupun ketika berpasangan. Mungkin karena pengalamanku hanya bersama cewek tomboy. Hari spesial buat kami adalah hari ulang tahun masing-masing, bukan hari Valentine. Spesial pakai coklat! Jadi Valentine yang paling terkenang secara mendalam adalah Bloody Valentine, Cinta Berdarah.

Kini aku merenung, karena tidak bisa mendonor plasma darahku di Hari Valentine tahun ini. Padahal aku sudah sembuh dari rasa takutku akan jarum. Aku lagi dalam masa-masa perawatan gigi. Selama sebulan setelah cabut gigi, aku belum boleh mendonor plasma darahku. Selain itu, minggu ini alias besok, aku harus merasakan penambalan gigi. Kegiatan donorku pun harus tertunda lagi. Aku tidak bisa memberikan cintaku pada sesama manusia dalam bentuk plasma darahku.

***

Sebagian tulisan tentang donor darah, donor plasma darah, dan Valentine kali ini, mungkin mirip dengan catatanku sebelumnya:
Darah Juang!


Oldenburg dan Bremen, 12-13 Februari 2015

iscab.saptocondro

No comments: